Polri, Kominfo dan Platform Media Sosial Bergandeng Tangan Perangi Radikalisme dan Terorisme

Jika sebelumnya giat menutup dan memblokir situs-situs yang digunakan untuk menyebarkan dan menayangkan konten-konten pornografi serta hoax, kali ini dengan menggandeng beberapa platform media sosial populer di Tanah Air, Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Republik Indonesia terus bergerilya untuk menutup dan memblokir semua situs dan fanspage yang digunakan untuk menyebarluaskan paham-paham radikal.
Semua itu dilakukan pihak Polri dan Kominfo agar dapat menjegal pergerakan dan juga penyebaran paham radikal dan terorisme di Indonesia. 
Pihak Polri dan Kominfo sendiri paham bahwa membuat situs atau membangun fanspage dan kemudian menggunakannya sebagai sarana penyebaran paham-paham yang dilarang di Indonesia tersebut sangatlah mudah, oleh karenanya, dengan langsung menutupnya maka diharapkan penyebarannya akan tersendat atau bahkan dapat secara perlahan berhenti.
“Konten yang berisi terorisme bisa langsung ditutup dan tidak disebarluaskan untuk mencegah, jangan sampai meluas,” ungkap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto.
Setyo juga mengatakan bahwa sejauh ini penyebaran paham, termasuk dengan tutorial untuk membuat bom dan sejenisnya rata-rata dilakukan dan disebarkan melalui situs dan media sosial. 
Oleh karenanya, bagi orang-orang yang sudah terhasut, maka dengan hanya mempelajarinya melalui perangkat mobile, maka yang bersangkutan dapat membuat bom dan menjadi pengebom bunuh diri.
“Hanya dengan melihat ponsel saja langsung yakin melakukan amaliyah, nyerang brimob. Itu lone wolf. Mereka, tidak terdeteksi. Sedangkan kalau struktural masih bisa terdeteksi dengan mengidentifikasi jaringannya,” lanjut Setyo.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga memberikan komentar senada seperti yang diungkapkan Setyo bahwa sampai sekarang ini sudah ada banyak sekali situs-situs, akun dan fanspage yang dijadikan sarana penyebaran paham radikal dan terorisme yang telah ditutup. 
Hanya saja, pihaknya seperti berkejaran dengan orang-orang yang terus membangun situs, fanspage atau menciptakan akun seperti itu karena dari hari ke hari, terus saja ada banyak bermunculan. Rudiantara mengatakan bahwa sampai sekarang masih ada puluhan ribu situs, akun atau juga fanspage sejenis yang masih beredar. 
Akan tetapi Rudiantara berjanji akan terus melakukan penyisiran dan pemblokiran serta penutupan jika mendapati situs, akun atau fanspage yang menyebarkan paham radikal dan terorisme itu. 
“Kami tingkatkan frekuensi, sekarang (disisir) tiap dua jam sekali. Kalau polisi yang menangkap di dunia, kami yang menutupnya di dunia maya,” kata Rudiantara.
Tercatat, dari tahun 2010 sampai tahun 2015 saja, sudah ada lebih dari 814.594 situs yang diblokir karena berisikan konten radikal, terorisme dan bermuatan SARA. Sayangnya, dikarenakan banyak situs yang menggunakan register luar negeri (.com), maka pihak Kominfo hanya dapat memblokirnya saja, sedangkan yang memiliki register dalam negeri (.id), maka dapat langsung ditutup.
Dan pada pertengahan bulan Mei 2018 kemarin, Rudiantara mengatakan bahwa ada sekitar 1.285 akun-akun yang tersebar di berbagai media sosial yang telah diblokir, termasuk buletin Al Fatihin yang mana merupakan afiliasi ISIS di Indonesia yang konten-kontennya berisikan berbagai macam data artikel sampai dengan video. 
Hal tersebut dilakukan secara terus menerus, terlebih setelah adanya serangkaian aksi teror di Indonesia sebelum ini.
“Sudah banyak akun yang berhubungan dengan teroris (diblokir), ada 1.300-an kurang-lebih, tepatnya ada 1.285 (konten, red). Kita nggak ada toleransi. Bahkan udah ada puluhan versi Al Fatihin di dunia maya yang diblok paling banyak yang di file video sharing, ada juga file sharing messenger dan situs. Ada puluhan yang sudah diblok,” ujar Rudiantara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *