Tenggelamnya KM Sinar Bangun di Perairan Danau Toba, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara pada hari Senin (18/6) petang kemarin menjadi satu bukti bahwa masih abainya pihak penyedia jasa transportasi laut akan keselamatan orang-orang yang menggunakan jasanya.
Sampai dari tanggal 20 Juni 2018 kemarin, setelah dilakukan pencarian, menurut Kepala Basarnas Marsekal Madya M Syaugi, para penumpan KM Sinar Bangun yang masih hilang berjumlah 192 orang dan diperkirakan bakal terus bertambah. Jumlah tersebut adalah laporan langsung dari anggota keluarga dari penumpang yang ikut tenggelam bersamaan dengan karamnya kapal tersebut.
Dari korban-korban yang hilang, sudah ada 21 korban ditemukan yang mana 3 di antaranya dalam kondisi tak bernyawa. Ketiga korban meninggal berjenis kelamin perempuan dan 2 di antaranya sudah berhasil diidentifikasi. Ketiganya ditemukan di pinggiran sekitaran Danau Toba pada Rabu (20/6) pagi atau sekitar 3 kilometer dari titik lokasi KM Sinar Bangun tenggelam.
Walaupun banyak rumor mengatakan bahwa tenggelamnya KM Sinar Bangun beraroma mistis atau sebagai tumbal penghuni Danau Toba, namun menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, kapal tersebut menyalahi aturan terkait dengan beban maksimal yang diperbolehkan.
Menurut Budi, KM Sinar Bangun sebenarnya hanya mampu menampung sekitar 43 penumpang saja, namun justru digunakan untuk mengangkut lebih dari 150 penumpang dan puluhan sepeda motor. Padahal, KM Sinar Bangun sendiri memiliki izin sebagai kapal pencari dan pengangkut ikan saja, bukan untuk kapal barang atau pengangkut manusia apalagi sebagai alat transportasi massal.
Satu hal yang menjadikan kecelakaan kapal ini menjadi semakin miris dan membuat semua orang yang mengetahuinya merasa iba adalah, munculnya beberapa video yang diunggah di berbagai media, termasuk di YouTube terkait dengan beberapa menit sebelum KM Sinar Bangun tenggelam dan juga rekaman amatir saat banyaknya penumpang yang mencoba menyelamatkan diri dengan bertahan di badan kapal yang sudah terbalik dan siap untuk karam tersebut.
Selain itu, ada pula hasil wawancara dari beberapa korban selamat yang menjelaskan kronologis sampai dengan bagaimana dirinya dapat selamat dari tragedi tersebut. Menurut salah satu korban bernama Ernando Lingga yang dikutip dari Viva.co.id (21/6), awalnya dia memang ingin berlibur dengan menikmati keindahan Danau Toba bersama teman-temannya.
Awalnya, menurut Ernando, semua hal berjalan biasa dan tidak ada tanda-tanda bahwa cuaca menjadi buruk atau kapal terkendala sesuatu.
Semuanya berjalan mulus dan normal seperti pada umumnya. Hanya saja, ketika sudah meninggalkan dermaga sekitar 100 kilometer, tiba-tiba muncul gelombang besar disertai angin kencang yang mana membuat kapal terombang-ambing dengan kerasnya.
Sontak banyak penumpang yang awalnya bersantai langsung berdiri dan panik. Kapal juga beberapa kali harus oleng ke kanan dan ke kiri dalam beberapa menit sebelum akhirnya terbalik ke sebelah kanan dan secara perlahan tenggelam.
Saat kapal mulai tenggelam, banyak orang yang berteriak minta tolong dan menyelamatkan diri masing-masing. Ernando sendiri dapat selamat karena selain mampu berenang, dia sudah memperkirakan bahwa ada yang tidak beres dengan kapal dan langsung berenang menuju tempat yang dapat menolongnya.
Ernando juga mengatakan bahwa memang dalam kapal tersebut tersedia pelampung, namun jumlahnya tidak sepadan dengan jumlah penumpang.
Sampai sekarang ini, upaya penyelamatan dan pencarian korban KM Sinar Bangun terus dilakukan dengan melibatkan banyak pihak, terutama dari Angkatan Laut.
Hanya saja, selain karena faktor cuaca, sulitnya melakukan pencarian korban dikarenakan pada bagian dasar Danau Toba ditumbuhi banyak sekali tanaman air yang cukup lebat dan berukuran panjang.